Hijrah dalam arti sederhana adalah berpindah, adapun klasifikasinya terbagi atas hijrah haqîqî dan hijrah ma’nawî. Yang pertama perpindahan fisik dan yang kedua perpindahan situasi ataupun kondisi. Dalam konteks saat ini, perpindahan dari tahun lama menjadi tahun baru dan dapat pula dikatakan hijrah.
Hijrah hakiki dan maknawi, keduanya memerlukan perjuangan yang tinggi dalam mengendalikan hawa nafsu. Hal ini dapat kita lihat dari apa yang telah dilakukan Rasulullah SAW dan para shahabatnya di masa lalu. Ketika hijrah ke Habasyah dan Madinah, mereka harus rela untuk bersusah payah mengorbankan harta, tempat tinggal, bahkan nyawa. Misalnya Mush’ab bin ‘Umair, ia hijrah dari kejahiliyahan menuju Islam, ia mampu mengalahkan hawa nafsunya meninggalkan segala kemewahan demi kecintaan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
Ketika kita beranjak dari tahun lama menuju tahun baru, berarti kita diharuskan untuk bermuhasabah terhadap amalan-amalan ibadah yang telah dilakukan. Adakah niat, ucapan, gerak-gerik dan segala aktivitas kita bernilai ibadah di sisi Allah SWT ?
Dalam hal ini Allah SWT menyerukan :
يـَــا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا اتَّقُوا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍّ وَّ اتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ (الحشر : 18)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Hasyr/59:18)
Imam Ibnu Katsîr menafsirkan ayat di atas dengan mengatakan : “Hisablah dirimu sebelum engkau dihisab, dan lihatlah apa yang telah engkau investasikan dari amalan-amalan shaleh untuk hari kiamat kelak ketika menemui Rabbmu”. (Ibnu Katsîr, Tafsîrul Qurânil ‘Azhîm 4/47). Dengan demikian, melalui muhasabah inilah setiap muslim akan mengetahui bagaimanakah kwalitas amalan yang telah dilakukan. Dan ketika mengetahui kekurangan dari amalan-amalan ibadahnya, maka ia berusaha untuk melengkapinya. Sebaliknya jika amalan-amalan ibadahnya sesuai dengan standar syar’i, bagaimanakah amalan tersebut dapat dipelihara keistiqamahannya dan ditingkatkan kwalitas serta kwantitasnya.
Hidup diakhiri dengan kematian, dan kematian adalah jalan seorang mukmin untuk bertemu Rabbnya. Alangkah nistanya bila seorang muslim bertemu dengan Rabbnya tanpa membawa amalan shaleh. Bukankah Allah SWT berfirman : “Barangsiapa yang mengharapkan ingin bertemu dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal kebaikan dan janganlah mempersekutukan Allah dalam beribadah kepada seorangpun jua”. (QS. Al Kahfi/18:110).
Sikap rajâ’ (pengharapan) yang dipadukan dengan sikap tafâul (optimisme), hendaknya selalu dijadikan sebagai instrumen untuk menjalani kehidupan di masa datang, agar kehidupan yang ia alami dapat menumbuhkan kekuatan, meningkatkan ‘azzâm (kemauan), menempa kesabaran dan kemantapan pendirian sehingga nilai-nilai Islam yang terus berkembang, ketangguhan dalam menghadapi berbagai samudera rintangan dan ujian akan semakin mengokohkan pelakunya menjadi pribadi yang istiqamah.
Disisi lain, raja’ akan menumbuhkan sikap-sikap yang positif seperti dipaparkan oleh Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah sebagai berikut:
- Meningkatkan ubudiyyah dan taat kepada Allah SWT.
- Mendorong manusia untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT
- Meningkatkan perasaan syukur dan ridha terhadap nikmat Allah SWT
- Menaikkan manusia ke tingkat derajat yang lebih tinggi.
- Menambah pengetahuan (ma’rifah) dan kesadaran serta penghayatan terhadap kebesaran dan kekuasaan Allah SWT
- Menaikkan derajat manusia untuk mencapai sosok ideal (ahsanu taqwîm).
- Membukakan hati agar senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT dan menjadi media untuk mencapai kebahagiaan dan kemenangan. (lihat Dr. Ahmad Syarbasi, dalam bukunya Akhlâqul Qur’ân).
Ketika kita memulai hidup di tahun baru, maka dengan semangat baru inilah segala hal yang terjadi baik suka ataupun duka, kesedihan ataupun kegembiraan dan segala peristiwa yang dialami, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan pemupuk optimisme dalam menatap dan menata kembali masa depan yang masih panjang.
Dengan semangat baru pula kita akan meletakkan pembinaan diri, keluarga, dan masyarakat dalam rangka mewujudkan generasi idaman, penegak panji-panji Islam yang siap menyongsong kejayaan. Sekali layar berkibar pantang surut kembali. Wallâhu A’lam Bis shawwâb.
Catatan: Bagi teman-teman yang ingin tugasnya diposting di blog ini, bisa kirim filenya ke email biep458@gmail.com dengan menyertakan Nama Lengkap dan Nomor Mahasiswa atau ketemu langsung dengan saudara Muhammad Furqan Ab (20100720067) di kampus tercinta, CP: 085235554237. Jazakumullah... (Indahnya Berbagi.......)