Mengenang Kembali Wasiat Nabi
Ibrahim ‘Alaihissalâm dan Mengharapkan Perubahan Yang Terbaik
Oleh : Ust. Muhsin Hariyanto
السلام عليكم و رحمة الله و بركاته
الحمد لله له الملك وله الحمد وهو عل
كل شيء قدير. الذي خلق الموت والحياة ليبلوكم ايكم احسن عملا وهو العزيز الغفور.
اشهد ان لااله الا الله وحده لا شريك له الذى هدانا وانعمنا بالاسلام وامرنا
بالجهاد ونور قلوبنا بالكتاب المنير. واشهد ان محمدا عبده ورسوله الذى بلغ الرسالة
وادى الامانة ونصح الامة برسالته الخالدة رحمة للعالمين فى ايامنا هذا وفى يومئذ
يوم عسير على الكافرين غير يسير. اللهم صل وسلم على هذا النبى الكريم محمد بن
عبدالله وعلى اله واصحابه اجمعين. يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
وَءَامِنُوا بِرَسُولِهِ يُؤْتِكُمْ كِفْلَيْنِ مِنْ رَحْمَتِهِ وَيَجْعَلْ لَكُمْ
نُورًا تَمْشُونَ بِهِ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Ma’âsyiral Muslimîn Rahimakumullâh…
Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Wa Lillâhil
Hamd
Berabad-abad telah berlalu, di tanah kering dan
tandus, di tengah kegersangan kawasan yang meranggas, di atas bukit-bukit
bebatuan yang ganas, sebuah cita-cita universal umat manusia dipancangkan. Nabi
Ibrahim ‘Alaihis salâm, Abu al-Millah, telah memancangkan sebuah
cita-cita besar,yang kelak terbukti melahirkan sebuah peradaban besar.
Cita-cita kesejahteraan lahir dan batin. Sebuah kehidupan yang secara
psikologis mengisyaratkan kenyamanan, ketenteraman, kesentosaan dan secara
materi menciptakan kesuburan dan kemakmuran.
Mari kita baca kembali -- dengan cermat -- ayat
al-Quran di bawah ini,
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ
اجْعَلْ هَـٰذَا بَلَدًا آمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ
مِنْهُم بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖقَالَ وَمَن كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ
قَلِيلًا ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَىٰ عَذَابِ النَّارِۖ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
“Dan(ingatlah), ketika Ibrahim berdo`a: Ya Tuhanku,
jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari
buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan
hari kemudian. Allah berfirman:"Dan kepada orang yang kafir pun Aku beri
kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah
seburuk-buruk tempat kembali.” (QS al-Baqarah/2: 126)
Pada hari ini jutaan manusia, dengan kesadaran
keagamaan yang tulus, kembali mengenang peristiwa keagamaan yang sangat
bernilai itu. Mereka coba merefleksikan maknanya pada berbagai bentuk ritual
yang telah diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Maka jutaan manusia, dari berbagai etnik, suku, dan
bangsa di seluruh penjuru dunia, mengumandangkan takbîr, tahmîd, dan tahlîl,
sebagai refleksi dari rasa syukur dan sikap kehambaan mereka kepada Allah SWT.
Sementara jutaan yang lain sedang membentuk lautan manusia di tanah suci
Makkah, menjadi sebuah panorama menakjubkan yang menggambarkan eksistensi
manusia di hadapan kebesaran Rabb, Allah Yang Maha Agung. Mereka serempak
menyatakan kesediaannya untuk memenuhi panggilan-Nya,“Labbaika Allâhumma
labbaîk, labbaika lâ syarika laka labbaîk, innal hamda wan ni’mata laka wal
mulk, lâ syarîka lak.”
Sesungguhnya apa yang dipancangkan oleh Nabi Ibrahim ‘Alaihissalâm
itu adalah sebuah momentum sejarah yang menentukan perjalanan hidup manusia
sampai sekarang ini. Ia menghendaki sebuah masyarakat ideal yang bersih, yang
merupakan refleksi otentik interaksinya dengan sistem kepercayaan, nilai-nilai
luhur, dan tata aturan (syarî’ah) yang telah menjadi dasar kehidupan
bersama. Sebab idealitas dan kebersihan sebuah masyarakat hanya mungkin terjadi
jika terdapat kesesuaian antara realitas aktual dengan keyakinan (‘aqîdah)
,nilai-nilai luhur (akhlâq), dan tata aturan (syarî’ah) yang
diyakini, yang refleksinya adalah: “terbangunnya kehidupan yang seimbang dan
tenteram; strukturnya yang stabil dan kokoh; dan produktivitasnya laksana kebun
yang pohon-pohonnya rindang yang akar-akarnya kokoh menghunjam ke bumi,tertata
dan terawat, enak dipandang, dan buah (kemanfaatan)-nya tidak mengenal musim,
serta sekaligus menjadi tempat persemaian generasi mendatang .Sebagaimana
firman Allah,
أَلَمْ تَرَ كَيْفَضَرَبَ اللَّهُ
مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا
فِي السَّمَاءِ ﴿٢٤﴾ تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَاۗ وَيَضْرِبُ
اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ ﴿٢٥﴾
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah
membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh
dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap
musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk
manusia supaya mereka selalu ingat.” (QS Ibrâhîm/14: 24-25)
Sistem kepercayaan, nilai-nilai, dan tata kehidupan
yang telah dipancangkan oleh Nabi Ibrahim ‘Alaihis salâm itulah yang
terbukti melahirkan cita-cita ketenteraman dan kemakmuran hidup manusia. Itulah
agama Nabi Ibrahim ‘Alaihis salâm, agama Islam yang tulus dan jelas.
Tidak ada yang membencinya kecuali orang yang mezalimi, memerbodoh, dan
merendahkan dirisendiri.
Ibrahim ‘Alaihis salâm adalah suri tauladan
abadi. Ketundukannya kepada sistem kepercayaan, nilai-nilai dan tata aturan
ilahiah selalu menjadi contoh yang hidup sepanjang masa. “Ketika Allah
berfirman kepadanya, “Tunduk patuhlah (berislamlah),” maka ia tidak pernah
menunda-nundanya walau hanya sesaat, tidakpernah terbetik rasa keraguan sedikit
pun, apa lagi melakukan penyimpangan. Ia menerima perintah itu dengan seketika
dan dengan penuh ketulusan. Sebagaimanya firmanNya,
إِذْ قَالَ لَهُ رَبُّهُ أَسْلِمْۖ قَالَ
أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ
“Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: “Tunduk
patuhlah!” Ibrahim pun menjawab: "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta
alam.” (QS
al-Baqarah/2: 131)
Ternyata keislaman Ibrahim ‘Alaihis salâm tidak
hanya untuk dirinya sendiri, ketundukannya kepadaajaran-ajaran dan syari’at
Allah bukan hanya untuk dirinya sendiri, bahkan tidakhanya untuk generasi
sezamannya, melainkan untuk seluruh generasi umat manusia.Atas dasar itulah
beliau wariskan Islam dan sikap ketundukan kepadanya untukanak cucu
sepeninggalnya, untuk generasi berikutnya sampai akhir masa.
وَوَصَّىٰ بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ
وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَىٰ لَكُمُ الدِّينَ فَلَا
تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
“Dan Ibrahim telah mewasiatkanucapan itu kepada
anak-anaknya, demikian pula Ya`qub. (Ia berkata): "Hai anak-anakku!
Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati
kecuali dalam memeluk agama Islam".Wahai anak-anakku! Sesungguhnyaa Allah
telah memilih agama ini bagimu!” (QS al-Baqarah/2: 132)
Ma’âsyiral Muslimîn Rahimakumullâh …
Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Wa Lillâhil
Hamd
Apa yang diwasiatkan oleh NabiIbrahim ‘Alaihis
salâm dan Nabi Ya’qub ‘Alaihissalâm tersebut jelas mengisyaratkan
agar anak cucu mereka, agar generasi sesudahnya menerima dan menegakkan Islam
secara utuh serta konsisten dalam merealisasikan cita-cita kesejahteraan.
Ketulusan dalam menerima dan menegakkan Islam serta memiliki konsistensi pada
cita-cita luhur adalah jaminan untuk memeroleh kesejahteran hidup. Sebaliknya,
ketidakpatuhan dan inkonsistensi kepada Islam dapat menjermuskan kehidupan kaum
muslimin ke dalam lembah yang penuh nestapa dan akan menjerembabkan manusia ke
dalam krisis multi dimensi yang berkepanjangan. Mereka akan menjadi generasi
yang rapuh, bertolak belakang dengan harapan Nabi Ibrahim ‘Alaihis salâm.
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam, empat
belas abad lebih yang lalu telah memberikan isyarat tentang situasi yang akan
menimpa sebuah bangsa yang tidak memiliki konsistensi dalam menjalankan tata
aturan agama. Mereka akan dilanda berbagai krisis multi-dimensional yang
berkepanjangan.
Beliau s.a.w. bersabda,
إِذَا اقْتَرَبَ الزَّمَانُ كَثُرَ
لُبْسُ الطَّيَالِسَةِ ، وَكَثُرَتِ التِّجَارَةُ ، وَكَثُرَ الْمَالُ ، وَعَظُمَ
رَبُّ الْمَالِ بِمَالِهِ ،وَكَثُرَتِ الْفَاحِشَةُ ، وَكَانَتْ إِمَارَةُ
الصِّبْيَانِ ، وَكَثُرَالنِّسَاءُ ، وَجَارَ السُّلْطَانُ ، وَطُفِّفَ فِي
الْمِكْيَالِ وَالْمِيزَانِ ،وَيُرَبِّي الرَّجُلُ جِرْوَ كَلْبٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ
أَنْ يُرَبِّيَ وَلَدًا لَهُ، وَلاَ يُوَقَّرُ كَبِيرٌ ، وَلاَ يُرْحَمُ صَغِيرٌ ،
وَيَكْثُرُ أَوْلاَدُ الزِّنَا ، حَتَّى أَنَّ الرَّجُلَ لَيَغْشَى الْمَرْأَةَ
عَلَى قَارِعَةِ الطَّرِيقِ ، فَيَقُولُ أَمْثَلُهُمْ فِي ذَلِكَ الزَّمَانِ :
لَوِ اعْتَزَلْتُمَاعَنِ الطَّرِيقِ ، وَيَلْبَسُونَ جُلُودَ الضَّأْنِ عَلَى
قُلُوبِ الذِّئَابِ ،أَمْثَلُهُمْ فِي ذَلِكَ الزَّمَانِ الْمَدَاهِنُ.
“Apabila akhir zaman semakin dekat maka banyak
orang yang berpakaian jubah, dominasi perdagangan, harta kekayaan melimpah,
para pemilik modal diagungkan, kemesuman merajalela, kanak-kanak dijadikan
pemimpin, dominasi perempuan, kelaliman penguasa, manipulasi takaran dan
timbangan, orang lebih suka memelihara anjing piaraannya daripada anaknya
sendiri, tidak menghormati orang yang lebih tua, tidak menyayangi yang kecil,
membiaknya anak-anak zina, sampai-sampai orang bisa menyetubuhi perempuan di
tengah jalan, maka orang yang paling baik di zaman itu hanya bisa mengatakan:
tolonglah kalian menyingkiri dari jalan, mereka berpakaian kulit domba tetapi
berhati serigala,orang paling ideal di zaman itu adalah para penjilat.”
(Hadits Riwayat ath-Thabrani dari Abu Dzar al-Ghiffari, dalam kitab al-Mu’jam
al-Ausath, Juz V, halaman 126, hadits nomor 4860; dan diriwayatkan juga
oleh Al-Hakim dari Abu Dzar al-Ghiffari, dalam kitab Al-Mustadrak, Juz
III, halaman 386, hadits nomor 5465)
Fenomena sosial yang dikhawatirkan Rasulullah s.a.w.
tersebut pada kenyataannya telah bermunculan di tengah-tengah bangsa yang
sedang dirundung krisis multi dimensi ini. Kita dapat menyaksikan lahirnya
manusia-manusia yang secara zahir berpenampilan rapi, bersih,menarik, perlente,
dengan gaya dan isi pembicaraan yang memukau seolah ingin menggambarkan
tingginya kemampuan intelektual mereka dan keberpihakan kepada kebenaran dan
keadilan. Padahal, kondisi sebenarnya adalah mereka membenci dan memusuhi
tegaknya kebenaran dan keadilan dalam kehidupan bahkan sekadar untuk dirinya
sendiri. Orang-orang seperti itulah yang kemudian populer disebut politisi
‘kotor’ dan birokrat ‘culas’.
Celakanya, tampilan diri yang dapat menutupi dan
mengelabui pandangan orang tentang kondisi batin yang sesungguhnya sehingga
menjalani hidup penuh dengan kepura-puraan telah menjadi realitas sosial yang
membudaya. Akibatnya, terjadi pergeseran norma-norma sosial dan budaya yang
pada akhirnya membiakkan berbagai perilaku menyimpang yang berpengaruh besar
terhadap keamanan dan kenyamanan hidup bermasyarakat.
Tentu saja gaya hidup seperti itulahyang mengobarkan
kemunafikan dan kepura-puraan di semua sektor kehidupan. Di sana ada politisi
‘kotor’, birokrat ‘culas’, pemimpin yang tidak berkualitas yang kerjanya hanya
mengeruk kekayaan untuk dirinya sendiri, pedagang culas yang tidak mengindahkan
norma-norma, para suami-isteri dan orang tua yang tidak berdaya, dan merebaknya
dekadensi moral yang dilakukan masyarakat, bukan saja oleh anak-anak muda,
tetapi juga orang tua yang seharusnya menjadi teladan bagi yang muda secara
terang-terangan.
Dalam waktu yang sama ketidakberdayaan untuk
memberantas berbagai jenis perilaku menyimpang itu telah menyerang semua
lapisan masyarakat. Akibatnya persepsi dan pandangan orang menjadi berubah.
Perilakunya telah melenceng jauh dari nilai-nilai dan aturan agama. Salah
satunya adalah pandangan masyarakat tentang pentingnya menjaga kesuciandiri
dari segala perbuatan nista dan dari bahaya hubungan seksual di luar nikah
(zina).
Beberapa tahun belakangan kita merasakan adanya suatu
pandangan yang sama di tengah masyarakat bahwa berhubungan seksual di luar
nikah adalah sesuatu yang sangat aib dan merupakan dosa besar yang harus
benar-benar dijauhi, baik oleh yang belum maupun yang sudah menikah. Pandangan
ini diterima sebagai suatu norma yang berlaku di masyarakat, sehingga bila ada
orang yang melanggarnya akan mendapat perlakuan yang seragam dari seluruh
lapisan masyarakat di mana saja. Ia akan menerima sangsi sosial berupa
penyingkiran dari pergaulan sosial, dimusuhi, tidakmendapatkan hak-haknya
sebagai warga dan sebagainya. Akibatnya, ia akan teralienasi dari
masyarakatnya, merasakan kehidupan yang sempit dan tersiksa,serta merasakan
sebagai pihak yang ‘terhukum’ Hal ini akan melahirkan perasaan ‘jera’ yang
efektif mengurangi frekuensi pengulangan.
Namun lihatlah kondisi masyarakatkita sekarang ini.
Berzina dianggap sebagai salah satu ciri gaya hidup modern dan menutupi aibnya
dengan dalih sebagai ’tuntutan zaman’. Kemudian pandangan ini dipopulerkan di
tengah masyarakat, sehingga terjadi perubahan-perubahan norma sosial. Berbagai
perilaku menyimpang terjadi di mana-mana. Dari mulai kejahatan politik sampai
kejahatan moral. Akibatnya masyarakat merasa kesulitan untuk memilah dan
membedakan mana perbuatan yang baik yang dapat membawa keamanan dan kebahagiaan
hidup, dan mana perbuatan buruk yang dapat membawa kesengsaraan pada kehidupan.
Akibatnya, bisa telah bisa kita rasakan: “kita akan ‘terus-menerus’ mengalami
keterpurukan demi keterpurukan”.
Celakanya sampai saat ini belum terlihat upaya serius
untuk keluar dari krisis yang telah mengepung bangsa ini. Lebih celaka lagi
masih terlihat keengganan bangsa ini, termasuk dari kalangan pemimpinnya, untuk
kembali ke akar budayanya, yaitu Islam yang dilukiskan oleh Nabi Ibrahim ‘Alaihissalâm
sebagai satu-satunya jalan menuju pencapaian cita-cita kesejahteraan. Islam
adalah satu-satunya jalan menuju masyarakat yang bersih dan berkeadilan.
Mudah-mudahan segera hadir seorang pemimpin yang dapat melahirkan transformasi
kepemimpinan sehingga memunculkan pemimpin-pemimpin yang bersih dan peduli;
yang dapat mengarahkan kehidupan bangsa ini ke cita-cita luhurnya, hidup aman
sentosa dan makmur di bawah naungan ridha Ilahi.
Ma’âsyiral Muslimîn Jamaah Idul Adha Rahimakumullâh …
Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Wa Lillâhil
Hamd
Dengan sikap
tawakkal, marilah kita berdoa kepada Allah, dengan satu harapan, semoga
Allah selalu berkenan untuk memberikan maghfirah dan rahmatNya kepada kita
semua,
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ
يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ،يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا
عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَىإِبْرَاهِيْمَ
وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا
بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ
مَجِيْدٌ.
اللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنَهُمْ وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَاجْعَل فِي قُلُوْبِهِم الإِيْمَانَ وَالْحِكْمَةَ وَثَبِّتْهُمْ عَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ وَأَوْزِعْهُمْ أَنْ يُوْفُوْا بِعَهْدِكَ الَّذِي عَاهَدْتَهُمْ عَلَيْهِ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ إِلهَ الْحَقِّ وَاجْعَلْنَا مِنْهُمْ
ا
للَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنا دِيْنَنَا الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنا وَأَصْلِحْ لنا دُنْيَاناالَّتِي فِيهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لنا آخِرَتنا الَّتِي فِيهَا مَعَادُنا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لنا فِي كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لنا مِنْ كُلِّشَرٍّ
للَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنا دِيْنَنَا الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنا وَأَصْلِحْ لنا دُنْيَاناالَّتِي فِيهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لنا آخِرَتنا الَّتِي فِيهَا مَعَادُنا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لنا فِي كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لنا مِنْ كُلِّشَرٍّ
اللّهُمَّ حَبِّبْ إلَيْنَا الإيمَانَ
وَزَيِّنْهُ فِي قُلُوْبِنَا وَكَرِّهْ إلَيْنَا الْكُفْرَ وَالْفُسُوْقَ
وَالْعِصْيَانَ وَاجْعَلْنَا مِنَ الرَّاشِدِيْنَ
اللّهُمَّ عذِّبِ الكَفَرَةَ الذين يَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِكَ ويُكَذِّبُوْنَ رُسُلَكَ ويُقاتِلُونَ أوْلِيَاءَكََّ
اللّهُمَّ أَعِزَّ الإسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ والمشركين وَدَمِّرْ أعْدَاءَ الدِّينِ وَاجْعَلْ دَائِرَةَ السَّوْءِ عَلَيْهِمْ يا ربَّ الْعَالَمِينَ
اللّهُمَّ فَرِّقْ جَمْعَهُمْ
وَشَتِّتْ شَمْلَهُمْ وَخُذْهُمْ أَخْذَ عَزِيْزٍ مُقْتَدِرٍ إنَّكَ رَبُّنَا
عَلَى كلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٍ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ
اللّهُمَّ ارْزُقْنَا الصَّبْرَ عَلى
الحَقِّ وَالثَّبَاتَ على الأَمْرِ والعَاقِبَةَ الحَسَنَةَ والعَافِيَةَ مِنْ
كُلِّ بَلِيَّةٍ والسَّلاَمَةَ مِنْ كلِّ إِثْمٍ والغَنِيْمَةَ مِنْ كل بِرٍّ
والفَوْزَ بِالجَنَّةِ والنَّجَاةَ مِنَ النَّارِ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
رَبَّنَااغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَ تَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَ لِوَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَ الْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.
و السلام
عليكم و رحمة الله و بركاته