Oleh: MF Abdullah (20100720067)
Sarasehan yang diadakan
di Gedung Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) pada hari Sabtu, 26 Maret 2011, dengan
pembicara Dr. H. Muh. Damami dan Herman
Ahmad Ma’ruf, merupakan hal yang unik dan sangat berbeda dari sarasehan-sarasehan
sebelumnya yang pernah saya ikuti, ini pengelaman baru karena saya seorang yang
bukan bersal dari jawa namun bisa mengetahui adanya sebuah seni budaya yang
mungkin saat ini sudah dilupakan dan mulai ditinggalkan oleh generasi muda,
budaya seni itu disebut “macapatan” dan ini merupakan salah satu cara
mempertahankan budaya sekaligus mengenalkan kepada orang-orang yang masih awam
seperti kami para mahasiswa yang berasal dari luar pulau jawa dan bisa menjadi
sarana dakwah apabila digunakan secara maksimal.
Sebagimana dijelaskan
dalam sarasehan tersebut Macapat adalah puisi tradisional jawa yang dilagukan
terkait oleh konvensi guru gatra (jumlah larik tiap baris), guru wilangan
(jumlah suku kata dalam larik) dan guru lagu (bunyi suku kata pada akhir larik).
Puisi jawa ini disebut juga sebagai tembang. Karena itu, puisi macapat disebut
juga dengan tembang macapat. Macapat juga disebut sebagai kelanjutan dari seni
tembang sebelumnya.
Sedangkan yang
dimaksud dakwah kultural merupakan sebuah konsep yang berisi pendekatan dan
strategi persyarikatan Muhammadiyah. Sebagai konsep, dakwah kultural lebih
komprehensif isinya, mengingat dakwah pada zaman sekarang sudah begitu
kompleks. Ada lima bidang sasaran yang diuraikan dalam konsep dakwah Kultural,
yaitu :
a. Budaya lokal
b. Budaya global
c. Apresiasi seni
d. Peranan multimedia
e. Gerakan jamaah dan dakwah jamaah.
Dalam konteks konsep
dakwah kultural, seni tembang macapat dapat menyentuh kelima sasaran dakwah
kultural tersebut. Usaha semacam itu perlu ditingkatkan, termasuk dalam dunia
pendidikan.
Ada beberapa alasan
penulis menjadi tergerak dalam mengapresiasi kegiatan tersebut diantaranya:
a. Ada kebanggaan terhadap sebuah penyadaran yang
tidak mudah tentunya untuk masyarakat kita untuk tetap melestarikan budaya
macapat. Kalau kita melihat realita sekarang ini, tentulah sangat sedikit
peminatnya terhadap budaya yang satu ini, karena budaya seperti ini dianggap budaya
tempo dulu, atau budayanya orang-orang kuno. Sehingga remaja sekarang enggan
mengikuti dan mempelajari budaya ini.
b. Para budayawan macapat mampu memberikan
solusi kepada masyarakat dengan memberi alternatif berupa macapat ternyata bisa
diaransemen menjadi budaya yang modern yang tidak lepas dari pesan-pesan moril
dan agama di dalamnya, dan macapat bisa ditembangkan dengan tidak selalu
menggunakan bahasa jawa yang sulit, bahkan diperbolehkan diubah menjadi bahasa
Indonesia. Namun akan terasa hilang kekhasannya terhadap budaya jawa. Hal ini
hanya sebagai trik supaya macapat tidak berkembang di jawa saja.
c. Tembang macapat juga bisa dijadikan sebagai
salah satu perantara dakwah yang bersifat kultural, yang mana dalam tembang-tembang
macapat tersebut terdapat tafsir yang berisikan nasehat-nasehat tentang
keagamaan. Jadi tidak sekedar berunsur kebudayaan saja, melainkan adanya unsur Dakwah
Kultural yang sejak dulu telah dilakukan oleh Sang Pencerah dan sekaligus
pendiri Muhammadiyah KH.A.Dahlan.
Wallahu’alam
bisshawab…
Berselimut dingin malam Yogyakarta
06 Maret 2011, 01:37 WIB
Muhammad Furqan Abdullah