Berdakwah dengan Kepedulian

Oleh Mahli Zainuddin Tago*

Dalam pergulatan  dakwah di tengah masyarakat,  penekanan-penekanan tertentu harus dilakukan dan itu menjadi kata kunci untuk tercapainya  hasil yang optimal. Berbeda lapisan masyarakat, berbeda pula penekanan yang harus dilakukan. Di  kalangan masyarakat kelas bawah, kepedulian yang dalam, nampaknya menjadi kata kunci  yang menentukan keberhasilan dakwah. Apalagi umat dakwah telah lama mengalami peminggiran dari berbagai aspek.  Para da’i khusus Muhammadiyah yang telah terjun di pelosok penjuru tanah air tentu memiliki banyak cerita dalam hal ini.  Tulisan ini mencoba melihat pengalaman lain  yang diperoleh dari kiprah The Nation of Islam (NOI) yang berdakwah di belantara hyperghetto, di berbagai kota Amerika bagian utara, khususnya Amerika Serikat. 


Hyperghetto adalah kawasan kawasan hunian yang didominasi masyarakat kulit hitam yang oleh para sosiolog dicatat sebagai terpinggirkan dan terisolasi sepenuhnya dari hingar bingar kemakmuran Amerika. Sejak pertengahan 1970-an semakin banyak masyarakat negro Amerika terdampar di  kawasan miskin papa dan dihuni oleh kelompok individu yang terjatuh ke lapisan sosial paling dasar ini. Dalam kawasan ini tidak ada anak-anak yang tertarik pada apa yang dikatakan guru di sekolah. Sekolah telah berubah menjadi  lingkungan dimana mereka  mulai belajar menggunakan kekerasan  dalam upaya memasuki pasar kerja.  Struktur keluarga sering goyah dan berantakan karena banyaknya para ayah yang minggat. Kenyataannya, 62 persen anak dilahirkan oleh perempuan lajang yang lebih memilih meninggal kan anak-anak di panti asuhan daripada merawat sendiri mereka. Satu-satunya otoritas yang membentuk karakter dan kepribadian kaum muda hyperghetto adalah jalanan.

Maka di wilayah ini tumbuh subur berbagai macam penyimpangan dan kriminalitas. Faktor pendorong utama adalah kebutuhan untuk mendapatkan uang dengan cara paling mudah dan cepat yaitu jual beli obat terlarang dan prostitusi. Akibatnya, kondisi hidup menjadi amat keras. Jendela-jendala ditutup dengan papan untuk menghindari peluru nyasar sebagai akibat dari seringnya perang antar geng.  Selanjutnya, hal yang paling dramatis adalah bahwa lebih dari lima persen penduduk yang berdomisili di kawasan itu tertular penyakit AIDS!

Jadi, hyperghetto adalah ironi Amerika. Hyperghetto adalah kawasan yang terpinggirkan secara ekonomi, pendidikan, hukum, bahkan juga politik, di tengah sebuah negara adidaya bernama Amerika Serikat. Maka pada suatu kesempatan seorang ajudan Luis Farrakhan  sang tokoh sentral NOI, berkata “Saudara-saudara kaum muda kulit hitam, hari ini ibu kalian meninggalkan kalian  dan tidak mau mengurus kalian lagi, ayah kalian meninggalkan rumah,  pemerintah, sistem pendidikan, semuanya telah meninggalkan kalian semua.”  (Gilles Kepel, Allah In The West, hal. 75)

Tetapi itu adalah situasi dekade 1970-an. Dewasa ini banyak kawasan hyperghetto yang telah berubah. Angka perdagangan obat-obat terlarang berhasil ditekan.  Paradise Manor dan Mayfairs Mansions, misalnya. Kawasan hyperghetto yang berada di pinggiran Washington dekat perbatasan Maryland ini tadinya penuh dengan tindak kejahatan. Sekarang  kawasan itu benar-benar bersih dan tenang. Pengedar obat terlarang tidak tampak, tidak ada corat-coret di tembok-tembok, tidak ada jendela yang ditutup dengan papan. Disana terlihat halaman rumput dan pepohonan muda yang tumbuh subur.

Apa yang telah terjadi pada masyarakat hyperghetto?  Kepedulian  yang secara intensif ditunjukkan oleh NOI telah merubah mereka. Intervensi NOI dalam banyak aspek kehidupan sehari-hari  memberikan harapan dan referensi kultural bagi mereka. Pada tahap selanjutnya hal itu menghidupkan  ideologi dan praktek-praktek yang sangat relevan dengan tuntutan mereka yang hidup dalam kondisi sangat mengenaskan karena telah lama kehilangan harapan untuk bangkit berdiri dengan cara-cara yang legal itu.

Dr. Abdul Alim Muhammad, adalah imam NOI di Washington dan “Menteri urusan Kesehatan” serta juru bicara nasional NOI. Dia mengelola tempat prakteknya sendiri dengan nama Abundant Life Clinic. Suatu saat seorang keturunan Arab mengeluh tentang sulitnya mengkritik masyarakat Yahudi dan Katolik di Amerika karena, menurut si Arab,  kaum zionis mengontrol dunia pers. Alim Muhammad  membantahnya. Bagi Alim, kelompok yang hanya mengelola pelayanan sosial kelas dasar, bagaimana berani mengkritik  kelompok yang telah mengelola  begitu banyak sekolah dan rumah sakit besar di berbagai kota?  Alim Muhammad seakan mengajari kita lagi tentang pentingnya sebuah kepedulian dalam berdakwah kepada masyarakat  pinggiran ketika dia menutup percakapan tersebut dengan kata-kata  tajam, “Mereka tidak akan pernah mendengar agama kita sampai kita menunjukkan terlebih dahulu  bahwa kita peduli pada mereka.”

*penulis adalah dosen Fakultas Agama Islam UMY  dan Wakil Sekretaris MTDK PP Muhammadiyah) (mztago-311104)