Biografi Ibrahim Mutafarrika

Ibrahim Mutafarrika (1670-1754)

Pada abad ke-17 Kerajaan Usmani mengalami berbagai kekalahan dalam peperangan melawan negara-neragar Eropa. Tentara yang dikirim untuk menaklukkan Wina kalah (1683) dan  Perjanjian Carlowitz (1699) membuat Kerajaan Usmani terpaksa menyerahkan Hongaria kepada Austria, Podolia kepada Polandia dan Azov kepada Rusia.

Kekalahan demi kekalahan yang dialami mendorong  pemuka Kerajaan Usmani menyelidiki kelemahan mereka dan kekuatan lawan. Mereka mulai memperhatikan kemajuan Eropa, terutama Perancis sebagai negara terkemuka waktu itu. Eropa yang selama ini dipandang sebagai kafir dan rendah mulai mempunyai arti penting bagi pemuka-pemuka Usmani. Duta-dutapun dikirim dengan instruksi mempelajari pabrik-pabrik, benteng-benteng pertahanan dan lain-laian. Dalam buku laporan mereka bercerita tentang kemajuan teknik, organisasi angkatan perang modern, rumah sakit, observatorium, peraturan karantina, kebun bintang, adat sitiadat yang mereka lihat disana.

Pada sisi lain ahli-ahli Eropa sendiri telah mulai berkunjung ke Turki. Dalam bidang militer,  perwira Perancis De Rechefort datang ke Istanbul (1717) dengan usul membentuk korps artileri dan tawaran pelatihan tentang ilmu kemiliteran modern  bagi tentara Kerajaan Usmani. Comte De Bonneval orang Perancis lainnya yang datang (1729) dan masuk Islam dengan nama  baru Humbaraci Pasya diserahi tugasi melatih tentara memakai alat-alat modern. Ahli dari Irlandia dan Skotlandia juga datang. Selanjutnya dibuka Sekolah Teknik militer pada 1734.

Berbagai kekalahan nampaknya juga  mendorong pembaharuan dalam bidang non militer. Ibrahim Mutafarrika (1670-1754) salah seorang pembaharu awal di Turki.  Dia berasal dari Hongaria dan saat masih muda tertangkap dalam peperangan lalu dibawa ke Istanbul. Dia yang menguasai banyak bahasa asing seperti Perancis, Italia, Latin, dan Jerman, di samping Hongaria dan Turki,  kemudian masuk Islam.

Ibrahim memperkenalkan ilmu pengetahuan modern dan kemajuan Eropa kepada pembaca Turki antara lain melalui usaha penterjemahan buku-buku Barat ke dalam bahasa Turki. Bahkan untuk ini dia membentuk suatu Badan Penterjemahan (1717).

 Dia juga menulis berbagai buku  yang meliputi berbagai cabang ilmu pengetahuan seperti  ilmu bumi, ilmu alam dan ilmu politik di samping soal-soal  militer.

Usaha Ibrahim makin lengkap dengan pembukaan sebuah percetakan (1727) yang di samping mencetak al-Qur’an, hadits, fikih dan ilmu kalam serta tafsir, juga mencetak buku-buku kedokteran, astronomi, ilmu pasti dan ilmu sejarah.

Tetapi berbagai usaha pembaharuan yang dilakukan oleh Kerajaan Usmani pada bad ke-18 itu  tidak membawa hasil seperti yang diharapkan. Ini disebabkan antara lain oleh: pertama, setelah Sultan Sulaiman (1520-66) Kerajaan Usmani tidak lagi mempunyai sultan yang kuat. Wewenang sultan yang makin merosot ditmbah pula oleh kondisi keuangan negara yang makin melemah.

Kedua, tantangan dari golongan yang berpengaruh dalam masyarakat yaitu tentara tetap yang bernama Yeniseri (pasukan baru) yang mempunyai hubungan erat dengan Tarekat Bektasyi. Pada abad ke-14 Yeniseri dibentuk dari anak-anak orang bukan muslim yang berasal dari  daerah taklukan Kerajaaan Usmani. Mereka dibawa ke Istanbul, diberi pendidikan Islam dan kemiliteran. Mulai abad ke-17 Yeniseri menguasai suasana politik Kerajaan Usmani. Sultan-sultan yang tidak disukai mereka bunuh, termasuk Sultan Salim III (1789-1907) yang ingin melakukan pembaruan dalam lapangan militer.

Ketiga, tantangan ulama tradisioonal. Ide-ide baru yang datang dari Eropa bertentangan dengan faham ulama tradisional. Ide demokrasi, misalnya, bertentangan dengan tradisi pemeritahan kerajaan dimana sultan tidak dipilih karena diangkat berdasarkan hak waris dan kaum ulama dan pemuka lainnya diangkat oleh sultan sebagai pembantunya. Ide-ide yang bretentangan dengan tradisi itu oleh  ulama tradisional dianggap bertentangan dengan Islam. Para ulama juga masih curiga dengan segala yang datang dari Barat karena masih banyaknya tulisan penulis Eropa yang  menentang Islam sebagai pengaruh dari kekalahan mereka dalam Perang Salib dan kekuasaan pemerintahan Kerajaan Usmani di Eropa Timur sebelumnya.

Pada sisi lain pembaharuan juga membawa perubahan yang secara langsung dirasakan tidak menguntungkan bagi para ulama tradisional. Percetakan, misalnya  membuat golongan penulis manuskrip kehilangan sumber penghasilan. Pendidikan Barat memunculkan golongan intelegensi baru yang akan menjadi saingan bagi kaum ulama. Dalam masyarakat tradisional kaum ulamalah yang menjadi satu-satunya golongan intelegensia yang sangat bepengaruh dalam masyarakat.

Dalam menentang pemaharuan Islamdi Turki pada Periode Pertengahan ini kaum ulama tradisonal menjalin kerjasama yang erat dengan kelompok Yeniseri.

Hal-hal tersebut membuat pembaharan  di Turki pada Periode Pertengahan tidak membawa hasil seperti yang diharapkan.  Setelah Yeniseri berhasil dihancurkan oleh Sultan Mahmud II (1826) maka mulailah usaha-usaha pembaharuan pada abad ke-19. Era ini dikenal dengan Periode Modern dalam sejarah Islam dan berbagai pembaharuan pada era ini selanjutnya membawa perubahan yang berarti bagi kemajuan umat Islam di Turki (Harun Nasution, 1975: 15-18).