Contoh Proposal Skripsi Pendidikan Karakter

Judul : Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Novel Burlian Karya Tere-Liye dan Relevansinya Dengan Pendidikan Karakter
Oleh : Ihsan Mz., S.Pd.I


A.      Latar Belakang Masalah
Pendidikan dalam sejarah peradaban manusia adalah komponen penting yang erat dan tidak terpisahkan dari perjalanan hidup manusia. Kualitas sebuah bangsa dan peradaban ditentukan oleh kualitas pendidikannya. Ia menjadi bagian penting sebab dengan pendidikan, manusia mampu mengembangkan nalar berpikirnya sekaligus meningkatkan taraf hidup dan kemampuan teknis atau pun non-teknis lainnya.
Peranan pendidikan merupakan hal penting bagi proses peningkatan kemampuan dan daya saing suatu bangsa di mata dunia. Keterbelakangan edukasi seringkali menjadi hambatan serius dalam proses pembangunan masyarakat. Sebaliknya, dengan tingginya kualitas pendidikan suatu negara, maka proses pembangunan masyarakatnya akan berjalan cepat dan signifikan.
Selain itu, pendidikan juga merupakan salah satu sarana terpenting dalam usaha pembangunan sumber daya manusia dan penanaman nilai-nilai kemanusiaan, yang pada gilirannya akan menciptakan suasana dan tatanan kehidupan masyarakat yang beradab dan berperadaban. (Naquib Al-Attas, 2003: 23).
Dalam sejarah peradaban manusia, lebih khusus lagi sejarah umat Islam, pendidikan merupakan salah satu bahan dasar penanaman nilai-nilai tauhid yang kemudian disusul dengan nilai-nilai lainnya seperti: nilai intelektual, emosional, spiritual, humanisme, dan lain-lain. Salah satu bukti dari upaya penanaman nilai-nilai tersebut di awal dakwah Rasulullah adalah melakukan pertemuan rutin dan terorganisir dengan seluruh sahabat Assâbiqūnal Awwalūn di rumah Al-Arqam bin Abil Arqam bin Asad Al-Mukhzumy, yang berfungsi sebagai wahana  bagi Nabi dalam mengajarkan dasar-dasar atau pokok-pokok agama Islam kepada sahabat-sahabatnya, membacakan wahyu-wahyu (ayat-ayat) Al-Qur’an kepada para pengikutnya, juga merupakan tempat Nabi menerima tamu dan orang-orang yang hendak memeluk agama Islam atau menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam. Bahkan disanalah Nabi beribadah (shalat) bersama sahabat-sahabatnya, serta aktifitas-aktifitas dakwah lainnya. Sehingga tempat itu pun dikenal sebagai tempat berlangsungnya pendidikan Islam pertama dalam sejarah pendidian Islam, yang dalam sejarah dikenal dengan sebutan Dârul Arqam. Berangkat dari fakta tersebut, maka Islam menempatkan pendidikan pada tempat yang terhormat dan signifikan dalam membentuk pribadi Muslim yang utuh dan paripurna.
Dalam penerapannya, Islam tidak hanya mendidik dan mengajar para pemeluknya hanya sampai pada tataran transfer of knowledge (transfer ilmu) semata, melainkan lebih dari itu, Islam juga mendorong para pemeluknya agar menjadikan pendidikan sebagai basis transfer of value (transfer nilai), sehingga ilmu yang didapatkan tidak hanya terhenti dalam otak saja, melainkan ilmu itu kemudian ter-internalisasi dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Proses penanaman nilai-nilai tidak hanya melalui pendidikan formal atau pun non formal. Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan mengalami pergeseran paradigma yang selama ini terbatas di kelas dan sekolah namun saat ini, bisa juga terjadi di luar kelas yang menembus sekat-sekat tembok pemisah dengan melalui media pendidikan lain, baik media massa, cetak maupun elektronik. Media elektronik mencakup visual dan audio-visual. Beragamnya model penyajian media telah mengambil peran yang cukup penting dalam dunia pendidikan.
Sumber belajar tidak hanya terbatas hanya melalui pendidik (jenis orang), melainkan terdapat beberapa sumber lainnya. Secara umum, sumber belajar dapat dikategorikan ke dalam 6 jenis: 1) Pesan, yaitu informasi yang harus disalurkan oleh komponen lain berbentuk ide, pengertian, fakta, data. 2) Orang, yaitu seseorang yang menyimpan informasi tidak termasuk yang menjalankan fungsi pengembangan dan pengelolaan sumber belajar. 3) Bahan, sesuatu, bisa disebut software yang mengandung pesan untuk disajikan melalui pemakaian alat. 4) Peralatan, sesuatu, bisa disebut hardware yang menyalurkan pesan untuk disajikan yang ada di dalam software. 5) Teknik/metode, yaitu prosedur yang disiapkan dalam mempergunakan bahan. (Permasih dkk, file .ppt FIP UPI, akses tanggal 22/02/2012)
Dalam kaitannya dengan pendidikan, karya fiksi mempunyai peran yang cukup penting dalam menghantarkan nilai-nilai pendidikan moral, etika dan karakter sampai kepada peserta didik. Cerita yang disajikan baik secara implisit maupun eksplisit selalu menyisipkan pesan moral, pengharapan pada kejujuran, keberanian dalam menghadapi tantangan, dan pesan-pesan lainnya. Pesan-pesan tersebut disisipkan secara halus, sehingga pembaca tidak merasa terganggu.
Novel sebagai media pendidikan termasuk salah satu kategori buku suplemen, buku suplemen dapat berfungsi sebagai bahan pengayaan bagi anak, baik yang berhubungan dengan pelajaran atau pun yang tidak. Buku suplemen dapat menambah bekal kepada anak untuk memantapkan aspek-aspek kepribadiannya. Keberadaan buku suplemen dapat memberikan peluang kepada anak untuk memenuhi minat-minat individual mereka. Melalui buku suplemen yang menarik bagi anak-anak, akan menambah perbendaharaan pengetahuan, keterampilan, dan sikap-sikap baru yang menunjang kemantapan kepribadiannya. Maka dari sini, novel bisa dijadikan sebagai salah satu perantara untuk mengantarkan anak menuju potensi diri yang sesungguhnya, dan sekaligus membentuk bagian-bagian tertentu pada karakter dan kepribadiannya.
Selain uraian di atas, novel juga berfungsi sebagai salah satu sumber hiburan edukatif. Manusia butuh hiburan, dan hal tersebut merupakan fitrahnya. Imam Ali bin Abi Thalib pernah berkata, “Sesungguhnya hati itu bisa bosan seperti badan. Oleh karena itu, carilah segi-segi kebijaksanaan demi kepentingan hati.” Pernah juga ia berkata, “Istirahatkanlah hatimu sekedarnya, sebab hati itu apabila tidak suka bisa buta.” (Ekky Al-Malaky, 2004: 31)
Novel Burlian karya Tere-Liye disajikan dengan bahasa yang sederhana namun sarat akan makna dan pesan-pesan pendidikan serta moral yang memberikan manfaat nyata dan riil bagi setiap pembacanya. Novel ini mengisahkan tentang seorang anak manusia, Burlian (sebagaimana judul novel ini) yang masa kecilnya dihabiskan dengan bermain, bertualang, ngaji dan aktivitas seputar dunia anak lainnya. Kadang jahil, tapi kadang juga tampil sebagai sosok yang bijak dan penuh perhitungan. Tentu dia pun juga lucu, imut, tapi menggemaskan karena itulah anak-anak. Dalam novel ini, Tere-Liye menggambarkan betapa dunia anak adalah dunia yang sangat indah dan mengesankan.
Secara eksplisit, novel ini menceritakan Burlian, yang dalam keluarganya dikenal sebagai si “anak spesial”, melakonkan perannya sebagai anak yang walaupun dibesarkan dalam keluarga yang sederhana, tetapi nilai-nilai moral yang ditanamkan dalam keluarganya sangat ketat, kuat, tapi memberikan kesan yang mendalam. Justru sisi inilah yang menjadi salah satu daya tarik novel ini. Sehingga, secara implisit novel ini menyuguhkan bagaimana Mamak (Ibu Burlian dan ketiga saudaranya yang lain) menanamkan dan menerapkan pola pendidikan keluarga yang tegas, disiplin, tapi juga lembut dan penuh kasih sayang. Hal tersebut bisa kita dapatkan dalam beberapa bagian cerita, terutama pada bagian yang diberi judul “Seberapa Besar Cinta Mamak” 1 dan 2. Bahkan dalam salah satu testimoni novel ini, Ratih Sanggarwati, top model era 90-an, penulis sekaligus penceramah mengatakan, “Saya ingin menjadi Ibu seperti Mamak-nya Burlian. Novel ini memotivasi kita untuk bermimpi. Sangat menarik cara Tere menjejali masalah lingkungan. Dia adalah duta lingkungan, meski tanpa lencana”. Oleh sebab itu, tidak salah jika penulis, Tere-Liye, menuliskan pada bagian awal novel ini sebuah kalimat persembahan yang sederhana tapi kuat, “untuk Mamak-ku, wanita #1 dalam hidupku...”.
Dituliskan dengan bahasa yang ringan dan mudah dipahami, sehingga pembaca tidak perlu menautkan kedua alis mata, dan disamping itu pula Tere-Liye dengan sangat cerdik mengajak para pembaca untuk terus penasaran di setiap lembar demi lembar pada novel ini. Sebuah alasan yang sangat ampuh untuk menjadikan peneliti langsung “jatuh cinta” dengan novel ini, sehingga peneliti pun tertarik untuk menggali lebih jauh inti sari dan kandungan dalam novel Burlian ini, berupa nilai-nilai pendidikan yang relevan dengan realitas saat ini.
B.       Rumusan Masalah
Dari ulasan singkat mengenai latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti akan merumuskan suatu rumusan masalah yang akan menjadi panduan pada penelitian selanjutnya, yaitu:
1.    Nilai-nilai pendidikan Islam apa saja yang terkandung dalam novel Burlian karya Tere-Liye?
2.    Bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan Islam tersebut terhadap pendidikan karakter?
C.      Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.      Tujuan Penelitian
a.       Mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam novel Burlian karya Tere-Liye.
b.      Mendeskripsikan relevansi nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam novel Burlian karya Tere-Liye dengan pendidikan karakter.
2.      Kegunaan Penelitian
a.       Dapat dimanfaatkan sebagai informasi dan pembanding bagi penelitian-penelitian selanjutnya, yang meneliti tentang karya sastra dalam pendidikan, khususnya yang bercorak pendidikan Islam.
b.      Dapat dimanfaatkan sebagai sumbangan dalam khazanah keilmuan dan pendidikan, yang bertujuan untuk mengembangkan kualitas pendidikan dan karakter anak bangsa melalui nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam sebuah karya sastra (novel).
c.       Dapat dimanfaatkan oleh pendidik atau stake holders dalam dunia pendidikan, agar bisa meramu gaya, metode atau sumber belajar dengan menggunakan karya sastra (novel), yang diambil dari nilai-nilai atau pesan yang terkandung dalam karya sastra tersebut, sehingga peserta didik bisa lebih kaya akan ilmu dan informasi serta menjadikan proses belajar lebih menyenangkan.
D.      Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka dilakukan untuk mengetahui sejauh mana otentisitas suatu karya ilmiah serta posisinya di antara karya-karya sejenis dengan tema ataupun pendekatan yang serupa. Selanjutnya, penulis akan memaparkan beberapa penelitian yang telah berwujud skripsi, yang sedikit banyak berkaitan dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu tentang nilai-nilai pendidikan Islam.
Sejauh yang penulis ketahui, belum ada penelitian lain yang mengambil judul, “Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Novel Burlian Karya Tere-Liye dan Relevansinya Dengan Pendidikan Karakter”.
Pertama, Skripsi Ahmad Ridlowi (2010), Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga yang berjudul, “Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata”. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yang teknik pengumpulan datanya menggunakan konsep penelitian kepustakaan (library research). Dalam penelitian tersebut, nilai-nilai Pendidikan Islam yang di urai secara panjang lebar adalah nilai-nilai Pendidikan Islam dalam novel Sang Pemimpin karya Andrea Hirata berupa: Pendidikan Keimanan, Pendidikan Syari’ah/Ibadah, Pendidikan Akhlak yang meliputi Akhlak Kepada Allah, Akhlak Kepada Diri Sendiri, dan Akhlak Kepada Sesama Manusia, Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, dan Pendidikan Sejarah.
Kedua, Skripsi Agus Firmansyah (2011) Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga yang berjudul, “Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Islami Dalam Novel Bumi Cinta Karya Habiburrahman El-Shirazy”. Peneliti menggunakan pendekatan hermeneutik sebagai metode pendekatannya, yaitu pendekatan yang menitikberatkan pada penafsiran terhadap obyek-obyek tertentu seperti teks, simbol-simbol seni (lukisan, novel, puisi, serta jenis karya sastra lainnya) dan perilaku manusia. (Sahiron Syamsuddin, 2009: 7, dalam skripsi Agus Firmansyah, 2011: 25). Dalam menganalisis, peneliti menggunakan metode analisis isi (content analysis). Dalam penelitiannya, penulis secara gamblang mengurai tentang pendidikan karakter berupa Akhlak kepada Allah, Akhlak terhadap diri sendiri, Akhlak terhadap sesama masyarakat, dan lingkungan.
Ketiga, Skripsi Binti Salimah (2011) yang berjudul, “Novel Eliana Karya Tere-Liye: Kajian Isi dan Metode Pendidikan Islam”. Penelitian ini bersifat deskriptif-analitis yang dilakukan dengan cara menggambarkan dan menjelaskan teks-teks  yang mengandung nilai pendidikan Islam dari aspek materi dan metodenya. Penelitian ini mengurai pendidikan Islam kaitannya dengan aspek Aqidah dan Akhlak. Selain itu, dalam penelitian ini juga menyinggung tentang metode pendidikan Islam yang meliputi metode pemberian cerita, metode pemahaman, metode nasehat, metode keteladanan, metode mengobarkan semangat, metode tanya-jawab, metode pemberian contoh dan metode pemberian tugas, yang masing-masing bahasan metode tersebut dibagi menjadi dua bagian yaitu penanda (Signifier) dan petanda (Signified).
Keempat, Skripsi Endah Ayuningtyas A. (2011) yang berjudul, “Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Novel 9 Matahari karya Adenita dan Implikasinya Terhadap Pendidikan di Lingkungan Keluarga”. Pendekatan penelitian ini memadukan antara pendekatan filosofis-teoritik dan sosiologi-sastra sebagai kerangka analisis nilai-nilai pendidikan Islam dalam novel 9 Matahari. Sementara landasan teori mengacu pada “Nilai-nilai Qurani” karya Said Agil Munawwar sebagai pisau analisis terhadap nilai-nilai pendidikan Islam dalam novel 9 Matahari, dan “Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Islam” karya Dr. Nur Ahid, M.Ag. sebagai analisis implikasi nilai-nilai tersebut dalam pendidikan di lingkungan keluarga.
Kelima, skripsi Diah Iskamtini (2011) yang berjudul, “Unsur-unsur Pendidikan Moral dalam Novel Pukat Serial Anak-anak Mamak karya Tere-Liye”. Penelitian ini menggunakan analisis isi (content analysis). Di antara pokok pembahasan dalam penelitian ini adalah unsur-unsur pendidikan moral yang mencakup moral baik dan buruk, dan relevansinya dengan pendidikan Islam.
E.       Kerangka Teoritik
1.      Nilai Pendidikan Islam
Kata nilai, yang dalam Bahasa Inggris disebut value mempunyai arti harga; kadar; mutu; sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan; sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya (Software KBBI, v.1.0).
Sidi Gazalba, dalam bukunya yang berjudul “Sistematika Filsafat” menuliskan bahwa sifat nilai itu ideal, bersifat ide. Karena itu ia abstrak, tidak dapat disentuh oleh pancaindera. Yang dapat ditangkap adalah barang atau laku-perbuatan yang mengandung nilai itu. Nilai berbeda dari fakta. Ia bukan fakta. Fakta berbentuk kenyataan. Karena itu ia konkret, dapat ditangkap pancaindera. Fakta itu diketahui, sedangkan nilai dihayati. Soal pengetahuan adalah soal kebenaran. Masalah kebenaran adalah soal budi. Soal penghargaan adalah soal kepuasaan. Masalah kepuasan adalah soal hati. (Sidi Gazalba, 2002: 6)
Secara filosofis, nilai sangat terkait dengan masalah etika. Etika juga sering disebut filsafat nilai, yang mengkaji nilai-nilai moral sebagai tolak ukur tindakan dan perilaku manusia dalam berbagai aspek kehidupannya. Sumber-sumber etika dan moral bisa merupakan hasil pemikiran, adat istiadat atau tradisi, ideologi bahkan dari agama. Dalam konteks etika pendidikan dalam Islam, maka sumber etika dan nilai-nilai yang paling shahih adalah Al-Quran dan Sunnah Nabi saw. yang kemudian dikembangkan oleh hasil ijtihâd para ‘Ulama. Nilai-nilai yang bersumber kepada adat istiadat atau tradisi dan ideologi sangat rentan dan situasional. Sebab keduanya adalah produk budaya manusia yang bersifat relatif, kadang-kadang bersifat lokal dan situasional. Sedangkan nilai-nilai Qur’ani, yaitu nilai-nilai yang bersumber kepada Al-Quran adalah kuat, karena ajaran Al-Quran bersifat mutlak dan universal. (Said Agil Munawar, 2005: 3, dalam Skripsi Endah Ayuningtyas, 2011: 14)
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pendidikan diartikan sebagai “proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan”. (Software KBBI v.1.0).
Makna pendidikan dapat dilihat dalam pengertian secara khusus dan pengertian secara luas. Dalam arti khusus, Langeveld mengemukakan bahwa pendidikan adalah bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Sementara pendidikan dalam arti luas merupakan usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, yang berlangsung sepanjang hayat. (Uyoh Sadulloh, 2009: 54-55)
Ahmad D. Marimba mendefenisikan pendidikan sebagai bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. (1989: 19, dalam skripsi Syahrul, 2011: 14).
Sedangkan menurut Syed Muhammad Naqib Al-‘Attas, dalam bukunya yang berjudul, “Islam dan Sekularisme” menyebutkan bahwa pendidikan adalah menyerapkan dan menanamkan adab pada manusia—ia adalah ta’dȋb. Lebih lanjut, Al-‘Attas menuliskan dalam buku tersebut:
.....Saya menggunakan konsep (ma’nâ) adab di sini dalam pengertiannya yang paling awal dari istilah itu, sebelum munculnya inovasi yang dibuat oleh para jenius kesusastraan. Pengertian adab pada asalnya adalah undangan kepada suatu jamuan. Konsep jamuan ini membawa makna bahwa tuan rumah adalah seorang yang mulia dan terhormat, dan ramai orang yang hadir; para hadirin adalah mereka yang dalam penilaian tuan rumah patut mendapat penghormatan atas undangan itu. Oleh karena itu mereka adalah orang budiman dan terhormat yang diharapkan berperilaku sesuai dengan kedudukan mereka, dalam percakapan, tingkah laku, dan etiket. Dalam pengertian yang sama bahwa kenikmatan makanan yang lezat dalam suatu jamuan itu makin bertambah dengan kehadiran orang-orang yang terhormat serta ramah, dan bahwa hidangan tersebut disantap dengan tata cara, perilaku, dan etiket yang penuh dengan kesopanan. Demikian pula halnya ilmu harus disanjung dan dinikmati serta didekati dengan cara yang sama sesuai dengan ketinggian yang dimilikinya. Dan inilah sebabnya kita mengatakan bahwa analogi ilmu adalah hidangan dan kehidupan bagi jiwa itu. Berdasarkan pengertian ini maka adab juga berarti mendisiplinkan  fikiran dan jiwa. (Al-‘Attas, 2010: 189-190)

Jadi, adab adalah apa yang mesti ada pada manusia jika ia ingin mengurus dirinya dengan cemerlang dan baik dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Secara Istilah, pendidikan Islam diartikan sebagai “Segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya manusia yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insân kâmil) sesuai dengan norma Islam”. Defenisi tersebut didasarkan pada konsep manusia sebagai khalifah di bumi yang diamanahi untuk mengelola alam sekitar. (Sembodo Ardi Widodo, 2003: 171, dalam Skripsi Ahmad Ridlowi, 2010: 12).
Menurut Dr. Yusuf Al-Qaradlawi, pendidikan Islam adalah “pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya; rohani dan jasmaninya; akhlak dan keterampilannya. Karena itu, pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup, baik dalam keadaan damai atau pun perang, dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya”. (Azra, 2000: 5).
Sementara menurut Ahmad Tafsir, istilah pendidikan Islami masih sering disebut pendidikan Islam. Padahal baik dari segi bahasa maupun dari sudut istilah, pendidikan Islami tidaklah sama dengan pendidikan Islam. Beliau melanjutkan, “yang benar adalah pendidikan Islami (Islamic Education, al-Tarbiyah al-Islâmiyah)”. (Ahmad Tafsir, 2010: 275-276)
Wahbah Al-Zuhaili dalam buku Ilmu Pendidikan Islam (Mudjib dan Mudzakkir, 2008: 36-38) mengemukakan tiga pilar utama nilai-nilai normatif pendidikan Islam yang mengacu pada Al-Quran, yaitu:
Pertama, pendidikan I’tiqâdiyah, yang berkaitan dengan pendidikan keimanan atau pendidikan Aqidah yang tertuang dalam enam rukun iman. Kedua, pendidikan Khuluqiyah yang berkaitan dengan pendidikan etika, membersihkan diri dari perbuatan tercela dan menghiasi diri dengan perbuatan terpuji. Ketiga, pendidikan ‘Amaliyah, yang berkaitan dengan tingkah laku sehari-hari. Pendidikan ‘Amaliyah terbagi ke dalam dua aspek yaitu, pendidikan ibadah (‘Ubudiyah) yang mencakup hubungan dengan Tuhan seperti: Shalat, Puasa, Zakat, Haji, dan Nazar. Aspek kedua adalah pendidikan Mu’âmalah. Pendidikan Mu’âmalah. mencakup beberapa dimensi yaitu:
a.       Pendidikan Syakhshiyah, yang meliputi perilaku individu seperti masalah perkawinan, hubungan suami istri dan keluarga.
b.      Pendidikan Madaniyah, yang berhubungan dan berkaitan dengan perdagangan dengan tujuan mengelola harta dan hak-hak individu.
c.       Pendidikan Jana’iyah, yang berhubungan dengan pidana atas suatu pelanggaran, dengan bertujuan untuk memelihara kelangsungan kehidupan manusia.
d.      Pendidikan Murafa’at, yang berhubungan dengan acara seperti peradilan, saksi maupun sumpah, yang bertujuan untuk menegakkan keadilan.
e.       Pendidikan Dusturiyah, yang berhubungan dengan undang-undang negara, dengan tujuan menciptakan stabilitas bangsa atau negara.
f.       Pendidikan Duwaliyah, yang berhubungan dengan tata negara, seperti tata negara Islam, atau negara tidak Islam, wilayah perdamaian dan wilayah perang, dan hubungan Muslim satu negara dengan Muslim di negara lain, yang bertujuan untuk perdamaian dunia.
g.      Pendidikan Iqtishâdiyah, yang berhubungan dengan perekonomian individu dan negara, hubungan dengan miskin dan yang kaya, yang bertujuan untuk keseimbangan atau pemerataan pendapatan.
Berdasarkan uraian Wahbah Al-Zuhaili di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa penjelasan tiga pilar utama dalam Islam yang merujuk kepada Al-Qur’an versi beliau sudah mencakup seluruh aspek dan sendi kehidupan manusia. Di sana kita menemukan seperangkat aturan yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan (hablun minallâh) dan hubungan antara manusia dengan sesama manusia dan juga makhluk lainnya (hablun minannâs).
Untuk melengkapi penjelasan pada bagian ini, dan yang akan peneliti jadikan sebagai bahan utama pada penjelasan-penjelasan berikutnya adalah buku karya ‘Abdullah Nashih ‘Ulwan yang berjudul “Pendidikan Anak dalam Islam”, yang secara hirarkis menguraikan tentang nilai-nilai pendidikan yang harus diajarkan oleh orang tua dan juga guru selaku pendidik, yaitu:
a.       Pendidikan Iman, yaitu mengajarkan kalimat agung Lâ ilâha illallâh, mengenai hukum halal dan haram, menyuruh melaksanakan ibadah, mendidik anak untuk mencintai Rasulullah.
b.      Pendidikan moral, meliputi menghindarkan anak dari sifat suka berbohong, mencuri, mencela dan mencemooh, menghindarkan taklid buta, tidak larut dalam kesenangan, tidak mendengarkan lagu-lagu porno, tidak bersikap dan bergaya menyerupai perempuan (bagi laki-laki, begitu pula sebaliknya), pamer, pergaulan bebas, dan lain-lain.
c.       Pendidikan fisik, meliputi kewajiban nafkah kepada anak dan istri, mengikuti aturan hidup sehat dalam makan, minum dan tidur, menghindarkan diri dari penyakit menular, tidak boleh menyakiti diri sendiri maupun orang lain, berolahraga, zuhud dan tidak larut dalam kesenangan, bersikap tegas dan menghindari rokok, onani, minuman keras dan zina.
d.      Pendidikan rasio (akal), meliputi kewajiban mengajar, menumbuhkan kesadaran berpikir, pemeliharaan kesehatan rasio.
e.       Pendidikan kejiwaan, meliputi menghindari sikap dan watak minder, penakut, rendah diri, hasud, pemarah.
f.       Pendidikan sosial, meliputi penanaman prinsip dasar kejiwaan yang mulia, memelihara hak orang lain seperti hak orang tua, sanak saudara, tetangga, guru, teman, orang yang lebih tua, melaksanakan etika sosial seperti etika makan dan minum, memberi salam, meminta izin, etika di dalam majelis, berbicara, bergurau, mengucapkan selamat, mengunjungi orang yang sakit, ta’ziyah, bersin dan menguap.
g.      Pendidikan seksual, meliputi etika meminta izin, etika melihat diantaranya kepada mahram, wanita yang dilamar, melihat aurat istri, wanita lain, sesama lelaki, sesama wanita, wanita muslimah, anak ABG, lelaki lain, aurat anak kecil, dan lain-lain, menghindarkan dari rangsangan-rangsangan seksual, mengajarkan hukum baligh dan pubertas, perkawinan dan seks, isti’taf (menjaga kehormatan diri), dan menjelaskan masalah seksual secara terbuka kepada anak.
Uraian singkat mengenai hirarki pendidikan anak dalam Islam yang terdapat dalam buku Abdullah Nashih ‘Ulwan ini menjadi pondasi awal dan dasar pokok bagi orang tua atau pun guru untuk membekali anak di dini usianya. Hal ini menjadi penting oleh karena proses awal interaksi dan awal pembentukan karakter serta kepribadiannya dimulai sejak mereka berada pada usia dini. Jika tingkatan pendidikan anak ini sudah terpenuhi, maka proses selanjutnya tidak akan menemui hambatan yang berarti.
Berangkat dari penjelasan di atas, agar penelitian bisa lebih lengkap, mudah dan sistematis, maka peneliti akan mengkombinasikan pandangan Wahbah Al-Zuhaili dengan “Tiga Pilar Pendidikan”-nya, dengan “Pendidikan Anak dalam Islam”-nya Abdullah Nashih ‘Ulwan. Maka diharapkan melalui metode kombinasi ini, peneliti akan mampu menghadirkan karya yang utuh dan komprehensif. Selain itu, akan memberikan ‘warna’ baru pada penelitian-penelitian yang sejenis.
2.      Kajian Umum Novel
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, novel adalah karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya, dengan menonjolkan watak dan sifat pelaku (Software KBBI v.1.0). Umumnya, sebuah novel bercerita tentang tokoh-tokoh dan kelakuan mereka dalam kehidupan sehari-hari, dengan menitikberatkan pada sisi-sisi yang aneh dan naratif tersebut. Novel sebagai salah satu produk sastra cenderung bersifat meluas dan menitikberatkan munculnya kompleksitas. Dengan demikian, sebuah novel jelas tidak akan dapat selesai dibaca dalam sekali duduk, dan karena panjangnya, maka sebuah novel secara khusus memiliki peluang yang cukup untuk mempermasalahkan karakter tokoh dalam sebuah perjalanan waktu dan kronologi. (Suminto A. Suyuti, 2000: 10, dalam Skripsi Ahmad Ridlowi: 2010: 16).
Banyak sastrawan yang memberikan batasan atau definisi novel. Batasan atau definisi yang mereka berikan berbeda-beda karena sudut pandang yang mereka pergunakan juga berbeda-beda. Definisi-definisi itu antara lain adalah sebagai berikut :
a.         Novel adalah bentuk sastra yang paling popular di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak dicetak dan paling banyak beredar, lantaran daya komunitasnya yang luas pada masyarakat (Jakob Sumardjo).
b.         Novel adalah bentuk karya sastra yang di dalamnya terdapat nilai-nilai budaya sosial, moral, dan pendidikan (Dr. Nurhadi, Dr. Dawud, Dra. Yuni Pratiwi, M.Pd., Dra. Abdul Roni, M.Pd.).
c.         Novel merupakan karya sastra yang mempunyai dua unsur, yaitu : unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik yang kedua saling berhubungan karena sangat berpengaruh dalam kehadiran sebuah karya sastra (Drs. Rostamaji, M.Pd., Agus Priantoro, S.Pd.).
d.        Novel adalah karya sastra yang berbentuk prosa yang mempunyai unsur-unsur intrinsik (Paulus Tukam, S.Pd). (Sumber: http://auliawajuanna.blogspot.com/2011/06/pengertian-novel.html. Diakses tanggal 26/02/2012).
Di antara ciri novel yang baik dibaca adalah yang digunakan untuk “mematangkan” diri para pembacanya. Novel yang baik adalah novel yang isinya dapat memanusiakan pembacanya. Sebaliknya, novel hiburan hanya dibaca untuk kepentingan santai belaka. Prinsipnya adalah, yang penting sekedar memberikan keasyikan pada pembacanya untuk segera diselesaikan. Tradisi novel hiburan terikat dengan pola-pola. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa novel serius punya fungsi sosial, sedang novel hiburan cuma berfungsi personal. Novel berfungsi sosial lantaran novel yang baik ikut membina anak, orang tua, masyarakat, menjadi manusia yang seutuhnya. Sedang novel hiburan tidak memperdulikan apakah cerita yang dihidangkan dapat membina manusia atau tidak, yang penting adalah bahwa novel itu memikat dan orang mau cepat-cepat membacanya.
3.      Pendidikan Karakter
Secara bahasa, karakter berasal dari bahasa Yunani, charassein, yang artinya ‘mengukir’. Dari sini kemudian bisa memberikan gambaran mengenai apa yang dimaksud dengan karakter.
Sifat utama ukiran adalah melekat kuat di atas benda yang diukir. Tidak mudah usang tertelan waktu atau aus terkena gesekan. Menghilangkan ukiran sama saja dengan menghilangkan benda yang diukir itu. Sebab, ukiran melekat dan menyatu dengan bendanya. Berbeda dengan gambar atau tulisan tinta yang hanya disapukan di atas permukaan benda. Karena itulah, sifatnya juga berbeda dengan ukiran, terutama dalam hal ketahanan dan kekuatannya dalam menghadapi tantangan waktu. (Abdullah Munir, 2010: 2-3)
Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa karakter adalah tabiat; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain; watak; 2 Komp huruf, angka, ruang, simbol khusus yang dapat dimunculkan pada layar dengan papan ketik; berkarakter (verb) mempunyai tabiat; mempunyai kepribadian; berwatak: anak itu ~ aneh (KBBI versi .pdf halaman 639)
Secara harfiah, karakter artinya, “kualitas mental atas moral, kekuatan moral, nama atau reputasi.” (Hornby dan Parnell, 1972: 49, dalam Furqon Hidayatullah, 2010: 12)
Dalam Dorland’s Pocket Medical Dictionary (1968: 126) dinyatakan bahwa karakter adalah sifat nyata dan berbeda yang ditunjukkan oleh individu; sejumlah atribut yang dapat diamati pada individu. Sementara dalam kamus psikologi dinyatakan bahwa karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang; biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap. (Dali Gulo, 1982: 29, dalam Furqon Hidayatullah, 2010: 12)
Dari beberapa pengertian tersebut dapat dinyatakan bahwa karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang menjadi pendorong dan penggerak, serta yang membedakan dengan individu lain. Dengan demikian, dapat dikemukakan juga bahwa karakter pendidik adalah kualitas mental atau kekuatan moral, akhlak atau budi pekerti pendidik yang merupakan kepribadian khusus yang harus melekat pada pendidik dan yang menjadi pendorong dan penggerak dalam melakukan sesuatu.
Dalam Islam, dasar pembentukan karakter bersumber dari nilai baik atau nilai buruk. Nilai baik disimbolkan sebagai malaikat dan nilai buruk disimbolkan sebagai setan. Karakter manusia merupakan hasil tarik menarik nilai baik dan nilai buruk. Nilai baik (energi positif) terwujud dalam nilai-nilai etis religius yang bersumber dari keyakinan kepada Tuhan, sedangkan nilai buruk (energi negatif) terwujud dalam nilai-nilai moral yang bersumber dari Thâgut (setan). Nilai-nilai etis moral itu berfungsi sebagai sarana pemurnian, pensucian dan pembangkitan nilai-nilai kemanusiaan yang sejati (hati nurani).
Terbentuknya karakter positif pada diri peserta didik tidak hanya akan mendatangkan manfaat bagi diri mereka, melainkan akan memberikan ‘ketentraman’ dan ‘kedamaian’ terhadap lingkungan sekitarnya. Brooks dan Goble (1997) menyatakan bahwa:
Pendidikan karakter yang secara sistematis diterapkan dalam pendidikan dasar dan menengah merupakan sebuah daya tawar berharga bagi seluruh komunitas. Para siswa mendapatkan keuntungan dengan memperoleh perilaku dan kebiasaan positif yang mampu meningkatkan rasa percaya diri dalam diri mereka, membuat hidup mereka lebih bahagia dan lebih produktif. Tugas-tugas guru menjadi lebih ringan dan lebih memberikan kepuasan ketika para siswa memiliki disiplin yang lebih besar di dalam kelas. Orang tua bergembira ketika anak-anak mereka belajar untuk menjadi lebih sopan, memiliki rasa hormat dan produktif. Para pengelola sekolah akan menyaksikan berbagai macam perbaikan dalam hal disiplin, kehadiran, beasiswa, pengenalan nilai-nilai moral bagi siswa maupun guru, demikian juga berkurangnya tindakan vandalisme di dalam sekolah.” (Brooks and Goble, 1997: 103, dalam Doni Koesoema, 2010: 116)

Dengan demikian, penanaman karakter pada peserta didik harus dimulai sejak dini, dilaksanakan secara sistematis dan terus menerus. Sehingga proses itu pun tidak hanya sebatas mengisi ruang dalam batok kepala mereka, melainkan lebih dari itu, mereka kemudian mampu membiasakan hal-hal yang baik, berpikir yang baik, berkata yang baik, bersikap yang baik, yang terangkum dalam kebiasaan yang baik-baik (good habits) dan berakhlak mulia (akhlâqul karȋmah), dan pada akhirnya, mereka mampu mewujudkan salah satu cita-cita pendidikan, yaitu love the good, feeling the good, and action the good.
F.       Metode Penelitian
1.      Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kajian pustaka (library research), yaitu penelitian yang berusaha menghimpun data dari khazanah literatur dan menjadikan dunia teks sebagai obyek utama analisisnya (Sarjono, dkk dalam skripsi Syahrul, 2011: 28). Sedangkan sumber datanya berasal dari bahan-bahan kepustakaan berupa buku-buku, karya ilmiah, jurnal dan lain-lain.
2.      Data dan Sumber Data
Data penelitian ini menggunakan data kualitatif yang dinyatakan dalam bentuk kata atau kalimat (Hadi dan Haryono, 1998: 126, dalam Skripsi Syahrul, 2011: 28) dan wujud data dalam penelitian ini berbentuk kata-kata, frase, kalimat, ungkapan, yang terdapat dalam novel Burlian karya Tere-Liye yang diterbitkan oleh Penerbit Republika, Jakarta Selatan.
Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data diperoleh. Apabila peneliti menggunakan dokumentasi, maka dokumen atau catatanlah yang menjadi sumber data, sedang isi catatan adalah obyek penelitian atau variabel penelitian (Suharsimi Arikunto, 1993: 102). Sumber data terbagi dalam dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder:
a.       Sumber data primer.
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah novel Burlian karya Tere-Liye. Data ini tersaji dalam bentuk kata-kata, frase, kalimat, dan wacana yang termuat dalam novel Burlian karya Tere-Liye, yang diterbitkan oleh Penerbit Republika, Jakarta Selatan cetakan ke-2, Januari 2010.
b.      Sumber Sekunder
Sumber sekunder dalam penelitian kali ini antara lain:
1)      Artikel atau tulisan yang berkaitan dengan novel Burlian karya Tere-Liye, baik dari media cetak berupa jurnal, koran, majalah, testimoni, atau dari media elektronik seperti internet dan televisi.
2)      Buku Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-Attas, karya Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud.
3)      Buku Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, Yogyakarta: LPPI, 2005.
4)      Buku Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam, Yogyakarta: LPPI, 2002.
5)      Buku Furqon Hidayatullah, Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa, Surakarta: 2010.
6)      Software Maktabah Syamilah versi 3.47
7)      Software Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI v.1.3), dan lain sebagainya.
3.      Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi dan wawancara. Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya (Suharsimi Arikunto, 1993: 202). Data yang terkumpul dalam bentuk kalimat-kalimat dan atau frase-frase. Sedangkan metode wawancara kami lakukan melalui media internet berupa e-mail, dan jejaring Facebook dengan penulis novel Burlian karya Tere-Liye.
4.      Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, peneliti menganalisa data dengan menggunakan analisis isi (content analysis), yang merupakan analisis ilmiah tentang isi pesan suatu komunikasi, demikian menurut Barcus. Secara teknis, content analysis ini mencakup upaya: 1) Klasifikasi tanda-tanda yang dipakai dalam komunikasi, 2) Menggunakan kriteria sebagai dasar klasifikasi dan 3) Menggunakan teknik analisis tertentu sebagai pembuat prediksi (Noeng Muhajir, 2000: 68).
G.      Sistematika Penulisan
Pada penelitian yang kami lakukan, agar alur penulisan lebih mudah dipahami dan jelas, maka skripsi yang akan disusun memiliki sistematika sebagai berikut:
Bab pertama, pendahuluan, yang memuat tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab kedua, memuat dan mengkaji tentang biografi penulis novel, yaitu Tere-Liye, mulai dari riwayat hidupnya, riwayat pendidikan, karya-karya beliau yang telah dipublikasikan, latar belakang penulisan novel yang diteliti, dan gambaran umum tentang tema, latar (setting lokasi), penokohan, pesan yang disampaikan dalam novel tersebut serta sedikit sinopsis dari novel “Burlian” karya Tere-Liye ini.
Bab ketiga, adalah bagian inti dari penelitian ini yang memuat tentang pembahasan dan analisis terhadap novel yang diangkat, yang dikaitkan dengan nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung di dalamnya, dan relevansinya dengan pendidikan karakter. Menggunakan analisis isi (content analysis) dengan teori-teori nilai pendidikan Islam dalam buku tulisan Wahbah Zuhaili yang dikombinasikan dengan buku pendidikan Islam karya Abdullah Nasih ‘Ulwan.
Bab keempat, merupakan penutup dari skripsi yang ditulis, memuat kesimpulan dari pembahasan dan analisis pada bab-bab sebelumnya, kemudian saran-saran dari hasil penelitian yang ditujukan kepada para civitas akademika, baik dari kalangan pendidik, mahasiswa, pelajar bahkan dari kalangan pemerintahan (yang bergerak dalam bidang pendidikan), yang akan melakukan penelitian-penelitian serupa  serta ditujukan pula bagi mereka yang punya minat dalam dunia tulis-menulis. Bagian terakhir dari bab ini adalah kata penutup (closing speech) yang berisi rasa syukur dan terima kasih kepada semua pihak yang membantu kelancaran penulisan skripsi ini, juga memberikan kesempatan bagi siapa pun untuk memberikan saran dan kritik bagi penelitian ini.



DAFTAR PUSTAKA
‘Ulwan, Abdullah Nashih. 2007. Pendidikan Anak Dalam Islam. Cet. III. Jakarta: Pustaka Amani.
Al-‘Attas, Syed Muhammad Naquib. 2010. Islam dan Sekularisme. Alih bahasa oleh Khalif Muammar, Usep Muhammad Ishaq, dkk. Bandung: Institut Pemikiran Islam dan Pengembangan Insan (PIMPIN).
Al-Malaky, Ekky. 2004. Remaja Doyan Nonton: Why Not?. Bandung: Dar! Mizan.
Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Azra, Azyumardi. 2000. Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta: Logos.
Gazalba, Sidi. 2002. Sistematika Filsafat IV. Jakarta: Bulan Bintang.
Hidayatullah, M. Furqon. 2010. Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa. Surakarta: Yuma Pressindo.
Koesoema A., Doni. 2010. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Cet. II. Jakarta: Grasindo.
Muhajir, Noeng. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin.
Munir, Abdullah. 2010. Pendidikan Karakter: Membangun Karakter Anak Sejak Dari Rumah. Yogyakarta: Pedagogia.
Sadulloh, Uyoh. 2009. Pengantar Filsafat Pendidikan. Cet. VI. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Skripsi Agus Firmansyah (2011) yang berjudul, “Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Islami Dalam Novel Bumi Cinta Karya Habiburrahman El-Shirazy”. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Skripsi Ahmad Ridlowi (2010) yang berjudul, “Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata”. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Skripsi Binti Salimah (2011) yang berjudul, “Novel Eliana Karya Tere-Liye: Kajian Isi dan Metode Pendidikan Islam”. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Skripsi Diah Iskamtini (2011) yang berjudul, “Unsur-unsur Pendidikan Moral dalam Novel Pukat Serial Anak-anak Mamak karya Tere-Liye”. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Skripsi Endah Ayuningtyas A. (2011) yang berjudul, “Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Novel 9 Matahari karya Adenita dan Implikasinya Terhadap Pendidikan di Lingkungan Keluarga”. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Skripsi Syahrul (2010) yang berjudul, “Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi dan Relevansinya Dengan Pendidikan Karakter”. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Software Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) v.1.3, diunduh dari http://ebsoft.web.id, akses 26/02/2012.
Tafsir, Ahmad. 2010. Filsafat Pendidikan Islami. Cet. IV. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Tere-Liye. 2010. Burlian: Serial Anak-anak Mamak. Cet. II. Jakarta Selatan: Penerbit Republika.

Wan Mohd Nur Wan Daud. 2003. Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed Muhammad Naquib Al-‘Attas. Alih Bahasa oleh Hamid Fahmy, dkk. Cet. I. Bandung: Mizan.